Salah satu faktor penghambat
peningkat-an produksi cabai adalah adanya serangan hama dan penyakit yang
fatal. Kehilangan hasil produksi cabai karena serangan penyakit busuk buah
(Colletotrichum spp), bercak daun (Cercospora sp) dan cendawan tepung (Oidium sp.)
berkisar antara 5% - 30%. Strategi pengendalian hama dan penyakit pada tanaman
cabai diajurkan penerapan pengendalian secara terpadu. Komponen Pengendalian
Hama dan Penyakit secara Terpadu (PHPT) ini mencakup pengen-dalian kultur
teknik, hayati (biologi), varietas yang tahan (resisten), fisik dan mekanik,
peraturan-peraturan, dan cara kimiawi.
HAMA CABAI
Ulat Grayak (Spodoptera
litura)
Serangga dewasa dari hama ini adalah
kupu-kupu, berwarna agak gelap dengan garis agak putih pada sayap depan. Meletakkan
telur secara berkelompok di atas daun atau tanaman dan ditutp dengan bulu-bulu.
Jumlah telur tiap betina antara 25-500 butir. Telur akan menetas menjadi ulat
(larva), mula-mula hidup ber-kelompok dan kemudian menyebar. Ciri khas dari
larva (ulat) grayak ini adalah terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam
dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Larva akan menjadi pupa (kepompong)
yang dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur menjadi kupu-kupu
berkisar antara 30 - 61 hari. Stadium yang membahayakan dari hama Spodoptera
litura adalah larva (ulat). Menyerang bersama-sama dalam jumlah yang sangat
besar. Ulat ini memangsa segala jenis tanaman (polifag), termasuk menyerang
tanaman cabai. Serangan ulat grayak terjadi di malam hari, karena kupu-kupu
maupun larvanya aktif di malam hari. Pada siang hari bersembunyi di tempat yang
teduh atau di permukaan daun bagian bawah. Hama ulat grayak merusak di musim
kemarau dengan cara memakan daun mulai dari bagian tepi hingga bagian atas maupun
bawah daun cabai. Serangan hama ini menyebabkan daun-daun berlubang secara
tidak beraturan; sehingga menghambat proses fotosintesis dan akibatnya produksi
buah cabai menurun.
Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat
dilakukan dengan cara :
Mekanis, yaitu
mengumpulkan telur dan ulat-ulatnya dan langsung dibunuh.
Kultur teknis, yaitu menjaga
kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang menjadi tempat
persembunyian hama, serta melakukan rotasi tanaman.
Hayati
(biologis) kimiawi, yaitu disemprot dengan insektisida berbahan aktif
Bacilus thuringiensis seperti Dipel, Florbac, Bactospeine, dan Thuricide.
Sex pheromone, yaitu
perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan. Sex pheromone merupakan aroma yang
dikeluarkan serangga betina dewasa yang dapat menimbulkan rangsangan sexual
(birahi) pada serangga jantan dewasa untuk menghampiri dan melakukan perkawinan
sehingga membuahkan keturunan. Sex pheromone dari Taiwan yang di Indonesia
diberi nama "Ugratas" atau Ulat Grayak Berantas Tuntas berwarna
"merah" sangat efektif untuk dijadikan perangkap kupu-kupu dewasa
dari ulat grayak (S. litura). Cara pemasangan Ugratas merah ini adalah
dimasukkan ke dalan botol bekas aqua volume 500 cc yang diberi lubang kecil
untuk tempat masuknya kupu-kupu jantan. Untuk 1 hektar kebun cabai cukup
dipasang 5-10 buah Ugratas merah, dengan cara digantungkan sedikit lebih tinggi
di atas tanaman cabai. Daya tahan (efektivitas) Ugratas ini + 3 minggu,
dan tiap malam bekerja efektif sebagai perangkap ngengat jantan. Keuntungan
penggunaan Ugratas ini antara lain : aman bagi manusia dan ternak, tidak
berdampak negatif terhadap lingkungan, dapat menekan penggunaan insektisida,
tidak menimbulkan kekebalan hama, dan dapat memperlambat perkem-bangan hama
tersebut.
Kimiawi, yaitu
disemprot insektisida seperti Hostathion 40 EC 2 cc/lt atau Orthene 75 SP 1
gr/lt.
Kutu Daun (Myzus
persicae Sulz.)
Kutu daun atau sering disebut Aphid
tersebar di seluruh dunia. Hama ini memakan segala jenis tanaman (polifag),
lebih dari 100 jenis tanaman inang, termasuk tanaman cabai. Kutu daun
berkembang biak dengan 2 cara, yaitu dengan perkawinan biasa dan tanpa
perkawinan atau telur-telurnya dapat berkembang menjadi anak tanpa pembuahan
(partenogenesis). Daur hidup hama ini berkisar antara 7 - 10 hari. Hama ini
menyerang tanaman cabai dengan cara mengisap cairan daun, pucuk, tangkai bunga
ataupun bagian tanaman lainnya. Serangan berat menyebabkan daun-daun
melengkung, keriting, belang-belang kekuningan (klorosis) dan akhirnya rontok
sehingga produksi cabai menurun.
Kehadiran kutu daun di kebun cabai,
tidak hanya menjadi hama tetapi juga berfungsi sebagai penular (penyebar)
berbagai penyakit virus. Di samping itu, kutu daun mengeluarkan cairan manis
(madu) yang dapat menutupi permukaan daun. Cairan manis ini akan ditumbuhi
cendawan jelaga berwarna hitam sehingga menghambat proses fotosintesis.
Serangan kutu daun menghebat pada musim kemarau.
Pengendalian secara terpadu terhadap
hama ini dapat dilakukan dengan cara :
Kultur teknik, yaitu menanam
tanaman perangkap (trap crop) di sekeliling kebun cabai, misalnya jagung.
Kimiawi, yaitu dengan
semprotan insektisida yang efektif dan selektif seperti Deltamethrin 25 EC pada
konsentrasi 0,1 - 0,2 cc/liter, Decis 2,5 EC 0,04%, Hostathion 40EC 0,1% atau
Orthene 75 SP 0,1%.
Lalat Buah (Dacus
ferrugineus)
Serangga dewasa panjangnya +
0.5 cm, berwarna coklat-tua, dan meletakkan telurnya di dalam buah cabai. Telur
tersebut akan menetas, kemudian merusak buah cabai. Buah-buah yang diserang
akan menjadi bercak-bercak bulat, kemudian membusuk dan berlubang kecil. Buah
cabai yang terserang akan dihuni larva yang pandai meloncat-loncat. Akibatnya
semua bagian buah cabai rusak, busuk, dan berguguran (rontok). Daur hidup hama
ini lamanya sekitar 4 minggu, dan pembentukan stadium pupa terjadi di atas
permukaan tanah.
Pengendalian secara terpadu terhadap
hama ini dapat dilakukan dengan cara :
Kultur teknik, yaitu dengan
pergiliran tanaman yang bukan tanaman inang lalat buah.
Mekanis, yaitu dengan
mengumpul-kan buah cabai yang terserang, kemudian dimusnahkan.
Kimiawi, yaitu dengan
pemasangan perangkap beracun "metil eugenol" atau protein hydrolisat
yang efektif terhadap serangga jantan maupun betina. Dapat pula disemprot
langsung dengan insektisida seperti Buldok, Lannate ataupun Tamaron.
Thrips (Thrips sp.)
Spesies Thrips yang sering ditemukan
adalah T. tabaci yang hidupnya bersifat pemangsa segala jenis tanaman
(polifag). Serangga Thrips sangat kecil, panjang + 1 mm, berkembang biak tanpa
pembuahan sel telur (partenogenesis) dan siklus hidupnya berlangsung selama 7 -
12 hari. Hama Thrips menyerang hebat pada musim kemarau dengan memperlihatkan
gejala serangan strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Serangan yang
berat dapat mengakibatkan matinya daun (kering). Thrips ini kadang-kadang
berperan sebagai penular (vektor) penyakit virus.
Pengendalian secara terpadu terhadap
hama ini dapat dilakukan dengan cara :
Kultur teknis, yaitu dengan
pergiliran tanaman atau tidak menanam cabai secara bertahap dengan selisih
waktu cukup lama karena tanaman muda akan terserang parah.
Kimiawi, yaitu dengan
disemprot insektisida Deltamethrin 25 EC 0,1-0,7 cc/lt, Triazophos 40 EC
0,5-2,0 cc/lt, Endosulfan 25 EC 0,5-2,0 cc/lt, atau juga Decis 2,5 EC (0,04%),
Hostathion 20 EC (0,2%) maupun Mesurol 50 WP (0,1-0,2%).
Tungau (Tarsonemus
translucens)
Tungau berukuran sangat kecil,
tetapi bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Serangga dewasa
panjangnya + 1 mm, bentuk mirip laba-laba, dan aktif di siang hari.
Siklus hidup tungau berkisar selama 14-15 hari. Tungau menyerang tanaman cabai
dengan cara mengisap cairan sel daun atau pucuk tanaman. Akibat serangannya
dapat menimbulkan bintik-bintik kuning atau keputihan. Serangan yang berat,
terutama di musim kemarau, akan menyebabkan cabai tumbuh tidak normal dan
daun-daunnya keriting. Pengendalian tungau dapat dilakukan dengan cara
disemprot insektisida akarisasi seperti Omite EC (0,2%) atau Mitac 200 EC
(0,2%).